Mengkaji Media Sosial: Revolusi Digital yang Mengubah Cara Kita Berinteraksi

Penulis: Admin Apcom | Terbit: 07 Feb 2025

Insight ini telah dibaca 152 kali

Mengkaji Media Sosial: Revolusi Digital yang Mengubah Cara Kita Berinteraksi
Komputer telah mengalami evolusi dari sekadar alat pengolah data menjadi elemen fundamental dalam kehidupan manusia. Nicholas Negroponte (dalam Harvey, 2014) menegaskan bahwa komputer bukan hanya soal data, tetapi telah menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri. Pengaruhnya tidak hanya terbatas pada cara manusia bekerja, tetapi juga mengubah pola interaksi sosial melalui jaringan digital, yang kini kita kenal sebagai dunia maya. Keberadaan pusat data Facebook di berbagai belahan dunia, seperti di Prineville, Oregon, dan Luleå, Swedia, menegaskan besarnya skala penggunaan dan pengelolaan data dalam komunikasi digital modern.

Perkembangan teknologi jaringan telah melahirkan fenomena baru dalam komunikasi manusia, di mana media sosial menjadi ruang interaksi yang memungkinkan partisipasi aktif penggunanya. Meskipun diciptakan oleh manusia, dinamika media sosial sering kali tidak sepenuhnya dipahami. Ada apresiasi terhadap manfaatnya, tetapi juga muncul kekhawatiran terkait dampak negatifnya. Beberapa pihak bahkan melihat internet sebagai infrastruktur komunikasi yang dapat menimbulkan risiko sosial, politik, dan ekonomi.

Di Indonesia, media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, WhatsApp, dan LinkedIn telah menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat. Banyak individu memperoleh dan menyebarkan informasi melalui platform ini, hingga ungkapan seperti “Saya baca di media sosial…” menjadi hal yang lumrah. Namun, pertanyaannya adalah, apa sebenarnya media sosial? Bechmann dan Lomborg (2013, dalam Motion, Heath, dan Leitch, 2016) mendefinisikan media sosial berdasarkan karakteristiknya yang “partisipatif dan interaktif,” bukan sekadar alat atau teknologi tertentu. Lebih lanjut, media sosial mencakup berbagai platform digital seperti blog, jejaring sosial, mikroblog, dan layanan berbagi foto atau video, yang memungkinkan komunikasi luas antarindividu di seluruh dunia.

Dalam konteks sosial, media sosial tidak hanya membentuk interaksi baru tetapi juga mendefinisikan ulang ruang komunikasi. Motion, Heath, dan Leitch (2016) menyebut bahwa media sosial merupakan ruang yang menghubungkan dan memungkinkan percakapan antara individu. Lebih jauh, Stadler menyoroti bahwa teknologi digital tidak hanya membentuk, tetapi juga terus mengubah cara manusia berinteraksi. Castells menambahkan bahwa internet telah mengubah struktur sosial dengan menciptakan masyarakat berbasis jaringan.

Salah satu karakteristik utama media sosial adalah budaya berbagi (sharing), yang berkontribusi pada pergeseran besar dalam komunikasi. Jenkins mengemukakan bahwa media sosial menggeser kontrol produksi dan distribusi konten dari media tradisional ke tangan pengguna. Hal ini menciptakan paradoks, di mana media sosial menjadi ruang privat sekaligus publik, serta mengubah relasi kekuasaan dalam komunikasi.

Fenomena seperti trending topic di Twitter, yang ditentukan oleh algoritma berdasarkan tingkat perbincangan, serta budaya selfie yang melintasi berbagai budaya, menggambarkan bagaimana media sosial mengubah cara manusia mengekspresikan diri. Di Instagram, lebih dari 100 juta foto dan video bertagar #selfie diunggah hanya dalam enam bulan pertama tahun 2014. Peristiwa yang sebelumnya bersifat privat, seperti makan siang atau liburan keluarga, kini dipublikasikan, sementara diskusi kebijakan publik dapat dilakukan secara lebih privat melalui media sosial.

Media sosial, media digital, dan media baru semuanya berakar pada eksistensi internet. Allmer (2015) menggambarkan internet sebagai sistem “tekno-sosial,” yang menggabungkan infrastruktur teknologi dengan interaksi sosial. Dalam ekosistem ini, teknologi digital tidak hanya memfasilitasi komunikasi tetapi juga membentuk dan dibentuk kembali oleh penggunanya. Struktur teknis internet memungkinkan sekaligus membatasi aktivitas manusia, tetapi pada akhirnya, infrastruktur ini merupakan hasil dari interaksi sosial itu sendiri.

Dengan perkembangan pesat media sosial, pendekatan penelitian komunikasi perlu diperbarui untuk memahami fenomena ini secara lebih mendalam. Studi bisa berfokus pada perubahan dalam komunikasi institusional, pola penyebaran informasi, atau dampak media sosial terhadap perilaku masyarakat. Bahkan, fenomena seperti budaya selfie menunjukkan bagaimana teknologi digital memengaruhi identitas dan ekspresi sosial manusia.

Tulisan ini bertujuan untuk membuka diskusi mengenai perlunya adaptasi metode penelitian dalam mengkaji media sosial. Dengan pendekatan yang tepat, kita dapat memahami lebih jauh bagaimana media sosial membentuk komunikasi manusia serta implikasinya bagi masyarakat secara luas.

Search