Mengupas Teori Komunikasi Ala Griffin: Dari Dugaan ke Pemahaman Ilmiah
Penulis: Admin Apcoms | Terbit: 09 Feb 2025
Insight ini telah dibaca 8 kali
Ernest Bormann menjelaskan bahwa istilah “teori” digunakan sebagai “payung” untuk semua pembahasan dan analisis yang sistematis dan sadar diri tentang fenomena komunikasi. Meskipun definisi ini mencakup berbagai teori yang dijelaskan dalam materi ini, hal tersebut tidak memberikan petunjuk tentang cara membangun sebuah teori dan cara menentukan apakah suatu gagasan atau pernyataan tentang komunikasi layak disebut teori. Griffin dalam diskusi dengan Judee Burgoon mengusulkan bahwa teori hanyalah sejumlah dugaan sistematis tentang cara kerja sesuatu.
Meskipun istilah “dugaan” mungkin tidak teknis, Burgoon setuju bahwa teori dapat disebut “Communication Hunches” jika dugaan-dugaan itu berdasar. Dalam bagian selanjutnya, kita akan membahas tiga fitur kunci dari konsep Burgoon tentang teori: (1) bahwa teori terdiri dari sejumlah dugaan, (2) bahwa dugaan-dugaan itu harus berdasar, dan (3) bahwa dugaan-dugaan tersebut harus sistematis.
1. Satu Set/Kumpulan Dugaan
Jika suatu teori merupakan kumpulan dugaan, maka itu berarti bahwa kita belum yakin apakah kita memiliki jawaban yang tepat. Jika tidak ada masalah yang perlu dipecahkan atau penjelasan yang sudah jelas, maka tidak diperlukan pengembangan teori. Teori selalu melibatkan unsur spekulasi atau dugaan. Menjadi seorang teoretikus adalah bisnis yang berisiko karena teori melebihi kebijaksanaan yang diterima. Setelah kita menjadi seorang teoretikus, kita mungkin berharap bahwa semua orang yang berpikir akan akhirnya menerima gagasan awal yang telah kita kemukakan. Namun, ketika kita pertama kali mengemukakan teori kita, itu pasti masih dalam kategori dugaan. Dalam teks di atas, dengan mengacu pada “set of hunches” atau kumpulan dugaan, bukan hanya satu pemikiran yang terinspirasi atau ide yang terisolasi, maka Burgoon membuat jelas bahwa sebuah teori bukanlah hanya sekedar satu dugaan saja.
Dalam kartun di atas, anjing mungkin yakin bahwa semua manusia gila. Namun, keyakinan terisolasi tersebut bukanlah sebuah teori. Untuk menjadi sebuah teori, dugaan itu harus pergi lebih jauh. Misalnya, teori yang baik harus menentukan istilah kunci mereka, sehingga kita dapat bertanya bagaimana anjing tersebut mendefinisikan “gila”. Definisi itu mungkin dapat diperdebatkan, tetapi setidaknya itu memulai mengembangkan dugaan awal si anjing. Sebuah teori juga akan memberikan indikasi pada cakupannya. Apakah beberapa manusia lebih gila dari yang lain? Apakah kera dan panda raksasa memiliki ibu jari yang dapat berlawanan juga? Apakah mereka sama gilanya? Pembuatan teori melibatkan banyak dugaan.
2. Dugaan yang terinformasi
Menurut Burgoon, tidaklah cukup hanya memikirkan ide dengan cermat, tetapi seorang teoretikus harus memiliki dugaan yang terinformasi. Contohnya, jika seorang teoretikus anjing memiliki dugaan bahwa ibu jari yang dapat berlawanan membuat orang gila, ia seharusnya memeriksa dugaan tersebut terlebih dahulu. Sebelum mengembangkan sebuah teori, perlu ada bacaan, obrolan dengan orang lain, pengamatan tindakan, atau eksperimen yang dapat memberikan pencerahan pada subjek tersebut. Setidaknya, seorang teoretikus harus mengetahui alternatif penjelasan dan interpretasi terhadap fenomena yang sedang mereka teliti. Sebuah teori yang baik akan terdiri dari beberapa dugaan yang terinformasi.
Deskripsi Fred Casmir, tentang teori sejalan dengan ide Burgoon. Menurut Casmir, teori tidaklah hanya sekadar tebakan yang tidak terarah, tetapi “tebakan yang terdidik”. Teori tidak muncul secara tidak sengaja sebagai produk sampingan dari kehidupan. Teori hanya muncul ketika pembuatnya telah mempersiapkan diri untuk menemukan sesuatu di lingkungan mereka yang memicu proses pembuatan teori.
3. Dugaan Yang Sistematis
Mayoritas akademisi menggunakan istilah teori untuk sistem konsep yang terintegrasi. Teori tidak hanya mencakup banyak ide, tetapi juga menentukan hubungan antara mereka. Dalam bahasa yang lebih umum, teori menghubungkan semua aspeknya sehingga membentuk pola yang jelas. “Hunch” anjing tidak memenuhi standar ini. Hal tersebut hanya klaim sementara yang tidak terhubung ke dalam kerangka konseptual. Meskipun anjing tersebut menyiratkan adanya hubungan antara ibu jari yang dapat berlawanan dengan kegilaan, kata hubung dalam kartun tersebut tidak mampu menunjukkan hubungan yang jelas antara perilaku manusia yang gila dan anatomi mereka. Untuk melakukannya, si anjing dapat berspekulasi tentang sifat ibu jari yang dapat berlawanan, misalnya, ibu jari ini memungkinkan manusia untuk makan dengan tangan mereka daripada dengan mulut mereka terkubur dalam mangkuk. Selain itu, manusia juga menggunakan tangan mereka untuk menggenggam alat dan membangun mesin yang memisahkan mereka dari dunia alami, hal yang tidak dilakukan oleh makhluk lain di bumi. Jika si anjing dapat menjelaskan bagaimana ibu jari yang dapat berlawanan mengarahkan manusia pada pandangan buatan tentang realitas, maka ia dapat mengintegrasikan pemikirannya menjadi satu kesatuan yang koheren. Ketika membaca teori apa pun yang dibahas dalam materi ini, pembaca berhak mengharapkan serangkaian dugaan yang sistematis dan terinformasi.
Sumber:
Griffin E. A. Ledbetter A. & Sparks G. G. (2019). A first look at communication theory (Tenth). McGraw-Hill Education.
Griffin E. A. Ledbetter A. & Sparks G. G. (2019). A first look at communication theory (Tenth). McGraw-Hill Education.